بِسْــــــــــــــــــمِ
اﷲِالرَّحْمَنِ
اارَّحِيم
Assalamuallaikum Wr,Wb.
Saya akan menceritakan tentang daerah asal saya.
Kita akan mengenal daerah di mulai dari sebuah desa namanya desa Bedilan di daerah
Belitang OKU Timur Sumatera Selatan, kampung kelahiranku. Maka jangan heran
kalau anda datang ke Belitang yang merupakan lumbung padi di Sumatera Selatan,
banyak sekali di temukan orang-orang Jawa. Mereka adalah orang-orang
transmigran. Para transmigrasi tersebut tiba di daerah Belitang melalui program
kolonisasi massal yang dilakukan pemerintah Belanda pada tahun 1930-an. Dan
kebanyakan orang Jawa yang benar-benar giat bekerja keras menjadi sukses, dan
makmur hidupnya. Karena masyarakat Jawa sendiri memiliki filosofi sepi ing
pamrih, rame ing gawe, yaitu menekankan pentingnya kerja nyata tanpa
banyak mengeluh.
Soal bahasa, banyak bahasa yang di gunakan di daerah
ini. Selain bahasa Melayu-Palembang dan bahasa Indonesia, bahasa Jawa menjadi
salah satu bahasa percakapan sehari-hari di perkampungan Belitang. Penduduk
asli suku Komering atau berbagai suku pendatang dari daerah lain yang menetap
di daerah pertanian ini, juga cukup mahir berbahasa Jawa. Selain itu banyak
nama-nama penduduk yang mengacu pada peristilahan khas Jawa yang singkat dan
berakhiran “O”. Misal kalau nama: prayogo, suswanto, sutikno, sudarsono,
painem, paijem, sutrisno dan lain sebagainya. Begitu juga dengan penamaan desa,
karena banyak desa di Belitang di buka dan di dirikan oleh orang-orang trans
(Jawa) maka nama-namanya-pun menggunakan nama Jawa. Seperti; Tawang Rejo,
Bangun Harjo, Sido Mulyo, Donoharjo, Sido Dadi, Banyumas, Tegalrejo, dan
seterusnya dan seterusnya.
Sebenarnya kita bisa membedakan mana orang asli
(Komering) atau mana penduduk pendatang (transmigrasi). Sebagai contoh, orang
asli Komering memakai nama Cik Aman, Tando Kowi, Mardiana, Marniah, Daniel,
Galung, Burhanudin dan lain-lain. Begitu juga untuk penamaan sebuah desa. Kalau
yang mendirikan itu orang asli Komering mereka menggunakan nama; Rasuan,
Sukarame, Minca Kabau, Campang Tiga, Way Halom dan lain-lain. Jadi, kalau kita
jeli, kita bisa melihat apakah dia asli orang Komering atau orang pendatang.
Dengan cara mengenali nama orang dan atau bisa juga dengan nama desanya. Salah
satu contoh soal bahasa, kalau saya di rumah (kampung) dalam kehidupan
sehari-hari saya menggunakan tiga bahasa. Di dalam rumah/keluarga, saya
menggunakan bahasa Jawa, akan tetapi kalau saya keluar dari rumah, saya
menggunakan bahasa Komering dan bahasa Palembang. Soal nama, terlihat sekali
kalau saya orang ”Palembang Bajakan”, begitu suatu kali teman berucap
kepada saya. Atau ada istilah untuk orang-orang Jawa yang lahir di Sumatera,
yakni Pujakusuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera).
Belitang adalah satu dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur (setelah dilakukan pemekaran/otonomi daerah). Karena sebelum adanya otonomi daerah dulu hanya ada OKU, tidak ada yang namanya OKU Timur, OKU Selatan, dan sebagainya. Kecamatan Belitang yang beribu kota Gumawang berjarak sekitar 360 kilometer dari ibu kota Sumatera Selatan, Palembang. Sementara Belitang sendiri terdiri dari Belitang I, Belitang II dan Belitang III. Hampir seluruh wilayahnya dipenuhi hamparan padi yang tumbuh subur dan hijau. Mata semakin sejuk memandang dengan aliran air Irigasi Upper Komering yang sehari-sehari menyirami ribuan hektare persawahan. Untuk Belitang sendiri penduduknya mencapai 54.000 KK. Dan dari segi infrastruktur, Belitang sudah memiliki perbankan, pendidikan, pertanian. Bahkan untuk sektor pendidikan di Belitang sudah ada hingga strata S2.
Budaya
Belitang merupakan salah satu basis pelestarian budaya Jawa di Sumatera yang masih kuat hingga sekarang. Berbagai pertunjukan seni tradisional masih terus digelar, seperti reog, jatilan, ketoprak, dan wayang kulit. Soal wayang kulit, dari sekitar 100 dalang Wayang Purwa yang ada di Sumsel, sebanyak 67 dalang tinggal di daerah Belitang. Sementara untuk budaya suku asli sendiri sudah hampir tidak terlalu menonjol. Sejauh yang penulis ketahui, sampai saat ini budaya suku asli yang masih ada hanyalah ”runcak-runcakan” atau lebih populer di kenal dengan sebutan ”lempar selendang”. Namun secara garis besar, budaya di Belitang lebih di dominan oleh budaya orang-orang pendatang (transmigrasi).
Belitang merupakan salah satu basis pelestarian budaya Jawa di Sumatera yang masih kuat hingga sekarang. Berbagai pertunjukan seni tradisional masih terus digelar, seperti reog, jatilan, ketoprak, dan wayang kulit. Soal wayang kulit, dari sekitar 100 dalang Wayang Purwa yang ada di Sumsel, sebanyak 67 dalang tinggal di daerah Belitang. Sementara untuk budaya suku asli sendiri sudah hampir tidak terlalu menonjol. Sejauh yang penulis ketahui, sampai saat ini budaya suku asli yang masih ada hanyalah ”runcak-runcakan” atau lebih populer di kenal dengan sebutan ”lempar selendang”. Namun secara garis besar, budaya di Belitang lebih di dominan oleh budaya orang-orang pendatang (transmigrasi).
Pertanian
Belitang memiliki sawah beririgasi teknis cukup luas, yakni lebih dari 26.000 ha. Tak heran kalau Belitang merupakan daerah persawahan beririgasi teknis terluas di provinsi Sumatera Selatan. Dari hasil pertanian, Belitang sendiri menghasilkan 1,5 juta ton hingga 1,8 juta ton gabah kering giling, dari dua juta ton yang dihasilkan oleh Sumsel setiap tahunnya. Selain persawahan, Belitang juga banyak ladang. Di ladang para petani menamam, rambutan, durian, sayur mayur, singkong, kedelai dan lain sebagainya. Namun secara geografis, sebenarnya tanah di Belitang mayoritas persawahan. Persawahan yang terletak sekitar 40 kilometer timur laut Martapura, ibu kota Ogan Komering Ulu Timur, itu semakin berkembang dan produktif ketika mendapat limpahan irigasi teknis dari Bendung Perjaya. Menariknya, Bendungan Perjaya yang di bangun pada masa pemerintahan Soeharto tersebut sampai sekarang belum juga di resmikan. Dulu pada saat Megawati menjabat sebagai orang nomer satu di negeri ini berencana mau meresmikan, namun karena satu dan lain hal, rencana tersebut batal. Walaupun belum di resmikan, akan tetapi untuk pengoperasionalan Bendungan Perjaya tetap jalan terus.
Belitang memiliki sawah beririgasi teknis cukup luas, yakni lebih dari 26.000 ha. Tak heran kalau Belitang merupakan daerah persawahan beririgasi teknis terluas di provinsi Sumatera Selatan. Dari hasil pertanian, Belitang sendiri menghasilkan 1,5 juta ton hingga 1,8 juta ton gabah kering giling, dari dua juta ton yang dihasilkan oleh Sumsel setiap tahunnya. Selain persawahan, Belitang juga banyak ladang. Di ladang para petani menamam, rambutan, durian, sayur mayur, singkong, kedelai dan lain sebagainya. Namun secara geografis, sebenarnya tanah di Belitang mayoritas persawahan. Persawahan yang terletak sekitar 40 kilometer timur laut Martapura, ibu kota Ogan Komering Ulu Timur, itu semakin berkembang dan produktif ketika mendapat limpahan irigasi teknis dari Bendung Perjaya. Menariknya, Bendungan Perjaya yang di bangun pada masa pemerintahan Soeharto tersebut sampai sekarang belum juga di resmikan. Dulu pada saat Megawati menjabat sebagai orang nomer satu di negeri ini berencana mau meresmikan, namun karena satu dan lain hal, rencana tersebut batal. Walaupun belum di resmikan, akan tetapi untuk pengoperasionalan Bendungan Perjaya tetap jalan terus.
Masyarakat
di Belitang lebih suka menyebut daerah pertanian sesuai dengan areal pembagian air
dari Sungai Komering, mulai dari Bangunan Komering (BK) 1, BK 2, BK 3, sampai
dengan BK 35. Masing-masing BK merupakan bangunan irigasi sekunder yang
dilengkapi pintu-pintu pengatur. Di Belitang setiap desa rata-rata memiliki
lebih dari 10 mesin penggiling padi.
Sekedar informasi bahwa duku Palembang yang terkenal
dengan manisnya tersebut, yang banyak di jual di jalanan Jakarta sebenarnya
bukan dari Palembang (Kota). Akan tetapi duku tersebut berasal dari sebuah desa
yang bernama Rasuan, sebuah desa yang tak jauh dari Belitang. Desa
tersebut di huni oleh penduduk asli, suku Komering. Begitu juga dengan durian,
yang asalnya dari Rasuan. Mungkin supaya enak saja menyebutnya, karena kalau di
sebut durian atau duku dari Rasuan, pasti orang tidak akan kenal dan
bertanya-tanya, Rasuan, daerah mana itu?. Tetapi kalau di sebut duku atau
durian dari Palembang, pasti semua orang kenal. Kalau lagi musim duku dan
durian, dikampung saya harganya jauh lebih murah di banding di daerah Jawa.
Untuk durian satu bijinya hanya di hargai sekitar 3.000-5.000 perak, murah
bukan. Coba bandingkan dengan di sini, satu biji bisa 10 ribu hingga 25 ribu.
Ah….kalau lagi musim duku dan durian seperti ini, jadi ingin pulang kampung.
Perekonomian
Mayoritas pekerjaan penduduk asli Belitang adalah
bertani. Namun berbeda dengan nasib para petani di daerah lain di Sumsel yang
umumnya pas-pasan, masyarakat petani di Belitang bisa dibilang hidup
berkecukupan sandang, pangan, dan papan. Kemakmuran itu tercermin dari
rumah-rumah penduduk yang rata-rata sudah bertembok, lantai tegel, atau plester
semen. Sebagian rumah juga sudah dilengkapi antena parabola besar. Rasanya
sulit ditemukan rumah dari bambu atau kayu yang reyot. Perkampungan Belitang
juga ramai karena didukung akses jalan beraspal besar yang mulus, baik jalan
menuju Martapura maupun ke Palembang. Di Kecamatan Belitang I, telah berdiri
dealer mobil yang menunjukkan daya beli masyarakat sekitar lumayan tinggi.
Belitang mempunyai luas lahan persawahan sekitar 26.000 hektar. Produktivitas lumbung padi ini pun cukup menjanjikan. Jika setiap satu hektar sawah menghasilkan sekitar lima ton gabah kering panen, seluruh areal sawah di Belitang menghasilkan 104.840 ton setiap panen atau 314.520 ton selama tiga kali panen dalam setahun. Produktivitas itu mencapai sekitar 16 persen dari total produksi gabah di Sumsel tahun 2004, sebanyak dua juta ton per tahun. Sedangkan untuk luas lahan perkebunan karet di belitang seluas 36.000 Ha dengan hasil yang cukup memuaskan. kedua barang komoditi itulah yang banyak di temuai di belitang, sebenarnya masih ada satu lagi yaitu sawit. sawit juga ada di belitang tetapi tidak sebanyak padi dan karet.
Akses jalan menuju belitang
Untuk akses menuju ke
belitang banyak jalan yang bisa di tempuh. Mengingat daerah Belitang dekat
dengan perbatasan antara provinsi Sumatra Selatan dengan Provinsi Lampung Saya
ambil beberapa, akses Bandara ke Belitang memang cukup jauh yaitu ada dua opsi.
pertama, menuju Bandar udara internasional Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang.
Atau opsi kedua yaitu Bandar udara Raden Inten II di lampung. Dari kesemuah
bandara ini ada 2 jalur jalan raya yang bisa kita ambil pertama, jalur lintas
selatan dari lampung kita menuju Rajabasa, Baturaja, Martapura, lalu Sampai di
Belitang. Kedua jalur Lintas Timur, bisa dikatakan jalus Lintas ini merupakan
jalur penghubung wilayah utama Sumatra jalan nya terbentang dari ujung Aceh
sampai lampung jalan ini melewati beberapa provinsi yaitu Aceh, Sumatra Utara,
Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, dan lampung. Untuk masuk ke
Beliitang dari Lintas Timur, akan berganti jalur jalan yg lebih kecil, yaitu
detelah melewati kabupaten Ogan Komering
Ilir kecamatan Mesuji kita akan masuk dan menuju perbatasan Kabupaten antara
kabupaten Ogan Komering Ilir dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yang merupakan
Kabupaten dari kecamatan Belitang. Perbatasan ini berada di desa Nusa Bali yang
banyak penduduk mayoritas transmigan dari bali banyak Pura yang di dirikan di
sana. Sekitar kerang lebih 70 kilo meter kita akan sampai di Belitang.
Dipejalanan inin kita akan melewati jalan utama Belitang yang berdampingan
dengan irigasi pemetaan wilayahnya pun berdasarkan BK (Bangunan Komering) dari
BK 1 sampai BK 35 dengan jarak antar BK 2-4 km. Penamaan BK yang lebih
familiyar di Belitang.
Akses jalur dari Bandar
Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin menuju ke Belitang tewat lintas
timur yang saya utarakan tadi atau pun bisa lewat Indralaya, Cempaka, Rasuan.
Jalur ini biasanya yang sering saya lalui ketika ingin ke Palembang.
Menggunakan angkutan trevel.
Di Belitang jarang
menggunakn jasa ankutan kereta api karena beberapa kendala. Stasiun yang
terdekat berada di Martapura Ibukota Kabupaten OKU Timur.
Makanan Khas
Makanan Khas daerah saya memiliki cita rasa yang enak dan lezat kaya akan bumbu rempah-rempah dan sebagian besar adalah olahan ikan:
- Empek-empek(kapak selam, ikan trengiri, kulit ikan, ikan belida)
- Joruk(fermentari ikan)
- Pindang ikan
- Lakso
- Burgo
- Rendang
- kerupuk palembang
- Ikan Baung gulai pedas tempoyak
- pindang tulang/daging
Itulah beberapa makanan khas daerah saya dan masih ada yang lain yang belum saya cantumkan, memposting makanan-makanan itu membuat saya kangen dengan cita rasanya. hehe...Demikian sedikit gambaran deskripsi mengenai daerah kelahiran ku, terima kasih atas kunjungan nya. nantikan postingan-postingan saya lainnya ya...
wa'allaikumsallam Wr,Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar